NEWS.VMX.ID – Kiprah legenda balap motor Indonesia, Frans Tanujaya, di kancah motocross sangat besar. Ia dikenal sebagai pembalap dengan gaya balap yang unik. Gaya balapnya sangat santai seperti tidak ngegas, tetapi selalu berada di posisi depan. Ia bahkan bukan saja langganan juara nasional, tetapi juga internasional. Kegemilangan kariernya di dunia balap ini berawal dari kegemarannya terhadap motor.
Bagi Frans Tanujaya, balap seperti hidup. Balap telah banyak memberikannya kebanggaan. Dengan balap, ia bisa dikenal, belajar banyak hal, mendapatkan pengalaman luar biasa, dan relasi yang luas.
Pembalap kelahiran Bandung, 11 Januari 1970 ini sendiri mulai aktif balap saat usianya baru menginjak angka 8 tahun. Saat itu culture balap di Indonesia belum menunjukkan geliat balap untuk anak-anak. Sebagian besar orang yang balapan justru adalah orang dewasa.
Jarangnya pembalap anak kecil saat itu tidak menyurutkan Frans Tanujaya untuk menjadi pembalap. Ia dengan kesadarannya sendiri memilih untuk mulai ikut balapan di usianya yang masih terbilang sangat muda untuk ukuran pembalap motor.
Keputusannya untuk menjadikan balap motor sebagai bagian dari perjalanan hidupnya ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang sebagian besar bergelut di dunia bengkel dan balap.
Saat kecil ia sering diajak paman, ayah, dan kakaknya yang juga merupakan seorang pembalap pergi latihan atau ke sirkuit untuk menonton euforia balapan. Suatu waktu, ia sempat melihat ada satu orang anak kecil yang turut berpartisipasi balapan di tengah orang-orang dewasa. Hal ini lantas semakin menguatkan keputusannya untuk menjadi pembalap.
Latar belakang keluarga yang sebagian besar pembalap menjadi lampu hijau untuk awal karier Frans Tanujaya. Keinginannya untuk menjadi pembalap disambut dengan positif dan didukung secara penuh.
Saat awal balapan Frans Tanujaya langsung ikut banyak kompetisi. Sebelum tahun 90-an pembalap dengan nomor start 171 banyak mengikuti kejuaraan tingkat daerah. Di awal kariernya batas antara kejuaraan motocross dan grasstrack masih belum jelas. Regulasi tiap kejuaraan masih dicari yang terbaik.
Pembalap yang dikenal serba bisa ini dalam sekali balapan bisa mengikuti 4-5 kelas dan tidak jarang menjuarai semua kelas yang diikuti. Adapun kapasitas motor special engine pertama yang digunakannya untuk balapan adalah 85cc.
Memasuki awal era 90-an pembalap yang sempat bergabung dengan tim Yamaha dan Suzuki ini mulai fokus di motocross dan merambah kejuaraan tingkat nasional. Di kejuaraan tingkat nasional pun ia banyak memenangkan podium, termasuk podium pertama.
Berkat banyak meraih juara nasional, Frans Tanujaya pun dipercayai untuk menjadi wakil Indonesia di setiap kejuaraan yang tingkatnya lebih besar dari kejuaraan nasional seperti Asia atau internasional. Meski pada beberapa kesempatan ia harus berangkat dan berjuang sendiri tanpa pendamping, ia tetap mengusahakan yang terbaik. Dari situasi inilah ia mendapatkan banyak pengalaman tidak terduga.
Perjalanan karier balap Frans Tanujaya semakin cemerlang. Bukan hanya sekali atau dua kali, ia sering mengikuti kejuaraan motocross yang diselenggarakan di luar negeri. Ia telah menyambangi banyak negara untuk mengharumkan nama Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Amerika, New Zealand, Australia, Jepang, Thailand, Malaysia, Singapura, dan lain-lain.
Frans Tanujaya selalu mengambil kesempatan yang ada di hadapannya. Ia tidak pernah melewatkan kesempatan sekecil apa pun karena baginya, kesempatan yang ia terima mungkin tidak akan datang dua kali dan hal utama yang ia incar adalah pengalaman.
Ketika mendapatkan tawaran dari temannya untuk berkompetisi di luar negeri, Frans Tanujaya langsung menyanggupi. Dengan mengikuti kompetisi yang tingkatnya lebih tinggi dan bertarung dengan para pembalap luar, ia bisa mengukur sejauh mana kemampuan balapnya jika dibandingkan dengan para pembalap luar.
Di pengalaman pertamanya ikut kompetisi tingkat Asia ia berhasil masuk empat besar dan posisi kedua di race tingkat Asia keduanya. Ia mampu mengalahkan Thailand yang sejak saat itu hingga saat ini menjadi rival terberat para pembalap Indonesia.
Keberhasilannya ini kemudian membuat Frans Tanujaya menerima banyak tawaran untuk balapan di berbagai negara dan menjadi pembalap profesional yang namanya bukan hanya besar dan diakui di Indonesia, tetapi juga luar Indonesia.
Berbicara soal pengalaman, pengalaman luar biasa banyak dialami oleh Frans Tanujaya selama menjadi pembalap. Salah satu kejuaraan motocross yang paling berkesan di benak Frans Tanujaya adalah kejuaraan dunia motocross yang diselenggarakan di Jatinangor, Sumedang. Saat itu di kejuaraan yang disaksikan oleh puluhan ribu pasang mata ini ia mengikuti kelas supporting race dan berhasil berdiri di podium pertama.
Saat masih berkarier sebagai pembalap motocross Frans Tanujaya banyak mendapatkan kesempatan bagus agar bisa mengembangkan kemampuan balapnya. Salah satunya adalah training motor di luar negeri. Pada 1994 ia sempat mendapatkan training motor di Jepang selama 1,5 bulan dan pada 1995 mendapatkan training motor di Amerika selama 1.5 bulan juga.
Nama Frans Tanujaya tidak hanya besar di motocross saja, di BMX atau Bicycle Motocross ia juga populer. Apabila tidak ada kompetisi balap motocross, ia selalu berpartisipasi dalam kompetisi BMX. Sama halnya dengan motocross, di BMX ia juga banyak menorehkan prestasi.
Saat berusia 14 tahun ia mengikuti Jambore BMX yang diselenggarakan di Jakarta. Di kompetisi balap BMX yang berlangsung selama tiga hari dua malam ini, ia mengikuti dua kelas yang berbeda dan berhasil memenangkan keduanya. Keberhasilannya memenangkan dua kelas sekaligus ini telah mengejutkan banyak orang karena saat itu jarang sekali ada orang yang mengikuti dua kelas sekaligus, bahkan memenangkannya.
Prestasinya di BMX tidak hanya berhenti di situ. Saat mengikuti kompetisi BMX di Kalangsari, Tasikmalaya, ia mampu menempati urutan pertama dan mengalahkan juara bertahan yang sebelumnya tidak terkalahkan.
Selama berkiprah sebagai pembalap, Frans Tanujaya sudah banyak mengalami cedera. Ia pernah mengalami cedera patah tulang engkel, cedera bahu, patah atau bergesernya pergelangan tangan bagian kiri. Namun, saat itu, situasinya ini tidak membuatnya berhenti untuk balapan.
Hingga pada 2005 yang lalu, pembalap yang namanya sering muncul di koran-koran ini memutuskan untuk pensiun balap. Ia merasa waktu dan tenaga yang ia curahkan untuk berkompetisi sudah cukup. Ia ingin memilih jalur yang lebih aman. Meskipun begitu, ia tetap berkontribusi untuk dunia motocross yang lebih baik.
Setelah pensiun balap, Frans Tanujaya memilih menjadi pelatih balap dan bergabung dengan federasi IMI (Ikatan Motor Indonesia) serta FIM Asia. Meski saat itu belum pernah ada mantan atlet yang bergabung ke komisi IMI, ia memilih bergabung dengan federasi karena ingin menemukan titik terang antara kepentingan pembalap dan promotor melalui sebuah regulator.
Di IMI Frans Tanujaya merintis kariernya dari bawah mulai dari menjadi pembina di IMI Jawa Barat hingga menjadi komisi event internasional di IMI Pusat. Sementara itu, di FIM Asia, ia menjabat sebagai Chairman Off-road.
Selama berada di IMI, Frans Tanujaya berhasil membawa para pembalap Indonesia seperti Delvintor Alfarizi, Diva Ismayana, Nakami, dan Ananda Rigi ke kancah internasional. Masing-masing dari mereka berhasil meraih podium di kelas 85cc, bahkan Diva Ismayana mampu juara Asia di MX2.
Legenda balap motocross Indonesia ini mengharapkan agar dunia garuk tanah di Indonesia semakin lebih baik, baik dari segi pembalap, kompetisi, maupun sirkuitnya. Ia juga berpesan agar para pembalap muda terus semangat berlatih dan mengikuti ajang kompetisi yang lebih tinggi hingga akhirnya bisa menjadi pembalap profesional yang mumpuni.