VMXMedia.ID–Di dunia balap motor yang kerap dipandang sebagai ranah dominasi laki-laki, tak sedikit kisah perjuangan yang lahir dari kesunyian sirkuit dan deru mesin. Salah satunya datang dari Kediri, Jawa Timur, tempat lahirnya sosok yang kini menjelma menjadi salah satu ikon grasstrack nasional: Lantian Juan. Pria kelahiran 23 Oktober 1999 ini bukan hanya pembalap, tetapi juga penjaga warisan dan semangat lintasan tanah.
Jejak Warisan Sejak Kecil
Minat Lantian terhadap dunia balap sudah tumbuh sejak ia masih bocah. Sosok sang ayah, Kisworo, yang merupakan pembalap grasstrack era 1980-an, menjadi inspirasi utamanya. Dari sering diajak menonton balapan di sirkuit, Lantian kecil perlahan menumbuhkan mimpi: suatu hari ia akan berada di balik kemudi, bukan sekadar di balik pagar penonton.
Namun impian itu tidak serta-merta diwujudkan dengan kemewahan. Ayahnya, yang kala itu belum memiliki motor balap memadai, memilih jalan kreatif: merakit sendiri motor latihan dan menjahit jersey sederhana untuk putranya. Saat pertama kali turun balap, Lantian bahkan mengenakan sepatu sekolah karena tak ada sepatu trail yang muat di kakinya. Di balik kesederhanaan itulah ketangguhan dibentuk.
Darah Motocross, Jiwa Grasstrack
Awal karier Lantian dimulai dari motocross. Tahun 2005, ia pertama kali menjajal kejuaraan mini moto di Jawa Timur. Lambat laun, ia naik kelas—dari SE 50cc ke 65cc, hingga 85cc. Bahkan sempat berlatih dengan motor SE 125cc. Dan sejak awal, ia sudah menetapkan nomor start #12, sebagai bentuk penghormatan terhadap sang ayah yang juga pernah mengenakan angka yang sama di era kejayaannya.
Prestasi demi prestasi dikoleksi. Ia menjadi juara nasional motocross kelas 50cc (2007–2008), lalu mendominasi kelas 65cc selama tiga tahun berturut-turut (2009–2011). Di tahun 2014, ia kembali unjuk gigi dengan podium di kejurda kelas MX2 Novice. Namun, semakin ia mendalami balap, hatinya justru tertarik ke cabang yang dianggap lebih menantang—grasstrack.
“Di grasstrack saya bisa ikut lebih banyak kelas dan lintasannya memberi tantangan lebih besar,” ujar Lantian.
Tahun 2015 menjadi titik balik. Ia resmi beralih ke grasstrack dan langsung tampil konsisten. Nama Lantian cepat menanjak, dan sejak itu, tak ada musim yang dilewati tanpa podium.
Menulis Sejarah, Memecah Dominasi
Puncak ketenarannya datang di Powertrack 2019, saat ia mencetak rekor dengan memutus dominasi Rizky HK yang sebelumnya enam kali berturut-turut menyandang gelar juara umum. “Itu momen paling berkesan dalam karier saya,” kenangnya.
Namun kisah Lantian tidak berhenti di sana. Tahun 2023 menjadi tahun emas dalam kariernya. Ia meraih gelar juara umum di empat ajang bergengsi berseri sekaligus: GTX Pro Kasal Cup JC Supertrack, Trial Game Dirt Campuran dan FFA Open, GTX Pro Cleosa Series, Rizqy Motorsport Event.
Kemenangan demi kemenangan ini tak lepas dari kolaborasi solid dengan tim, mekanik, serta peran besar keluarga yang selalu menyokongnya di belakang layar. Doa sang istri, orang tua, dan anak menjadi kekuatan tak terlihat yang ia rasakan di setiap lintasan.
Tetap Membumi dan Melihat ke Depan
Meski banyak gelar telah dikoleksi, Lantian tetap rendah hati. “Setiap kemenangan bukan puncak, tapi pengingat bahwa saya harus lebih baik dari sebelumnya,” tuturnya bijak.
Ia juga sadar bahwa usia pembalap tidak kekal. Di usianya yang kini menginjak seperempat abad, Lantian sudah menyiapkan rencana jangka panjang. Targetnya, pensiun dari balapan di usia 30, dan mulai membangun usaha serta sekolah balap untuk menyalurkan ilmu kepada generasi penerus.
Baginya, grasstrack bukan sekadar olahraga, melainkan ekosistem yang harus terus hidup. Ia berharap akan semakin banyak event-event bergengsi yang membuat dunia grasstrack Indonesia tetap bergelora dan menarik bagi pembalap muda.
Dari sepatu sekolah di garis start hingga podium utama di kejuaraan nasional, perjalanan Lantian Juan adalah bukti bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari fondasi sederhana—asal dijalani dengan tekun, jujur, dan penuh semangat. (dpu)