VMXMEDIA.ID – BERJIWA ekstrem, itulah kata yang menggambarkan eksistensi sosok Cindi Agustin atau yang lebih akrab disapa Cindi Murfs. Sejak kecil, perempuan yang kini eksis sebagai pembalap grasstrack dan enduro ini, memang menyukai sesuatu yang menantang.
Karena hal itu, ketimbang terjun ke dunia balap roadrace seperti sang ayah, Asep, Cindi lebih memilih untuk jadi pembalap garuk tanah. Menurutnya, selain menantang, olahraga garuk tanah lebih banyak seninya. Terlebih, saat ini memang mulai banyak perempuan yang melirik dunia motor trail.
Perempuan kelahiran tahun 2000 ini mulai balapan sejak ia masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Ketertarikannya untuk mengembangkan diri di dunia garuk tanah bermula dari kebiasaannya, yang sering diajak main motor trail ke gunung. Ternyata, bukannya membuat ia kapok, aktivitas ini justru membuat dirinya ketagihan.
Sebelum melebarkan sayapnya ke enduro, Cindi lebih dulu bermain grasstrack. Saat di grasstrack kakinya pernah patah. Hal inilah yang mengharuskan dirinya vakum beberapa bulan dari dunia balap. Setelah kondisinya membaik, ia pun mulai balapan lagi dengan langsung mencoba perlombaan enduro.
Menurut pembalap bernomor start #21 ini, ia mulai serius balap saat melakoni enduro. Baru di enduro, ia menghadapi lawan yang bukan hanya berasal dari daerah Bandung, melainkan juga dari kota-kota yang ada di Jawa Tengah. Sesekali ia juga main motor di Kalimantan dan Sulawesi.
Saat ini jika tidak juara 1, Cindi Murfs selalu juara 2. Secara prestasi, di awal balapan ia memang tidak langsung juara 1. Ia pernah menempati posisi ke-5 dan ke-4. Posisinya terus meningkat ke urutan yang lebih tinggi seiring dengan perkembangan kemampuan balapnya.
Cindi menuturkan, salah satu prestasi yang paling berkesan baginya, adalah saat ia bisa juara 1 di Black Parade 2022 yang berlangsung di Goa, Sulawesi. Baginya, event ini termasuk kejuaraan paling sulit yang pernah diikuti.
Olahraga garuk tanah yang sering diidentikkan sebagai dunia laki-laki ini, selain menantang, juga kerap jadi tempat yang mendiskriminasi perempuan. Tidak jarang, Cindi mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, seperti perkataan yang bertendensi merendahkan kemampuannya.
“Ada beberapa laki-laki yang selalu mempertanyakan, ngapain, sih, masuk jalur? Mending bikin nasi saja di rumah,” jelasnya saat diwawancara di kanal YouTube VMX.ID.
Kendati demikian, hal ini tidak lantas membuatnya berkecil hati dan patah semangat. Ia menyikapi hal tersebut dengan mematahkan stigma perempuan itu lemah, melalui kemampuannya yang bisa memenangkan banyak event garuk tanah.
Cindi berharap, lingkungan dunia garuk tanah bisa lebih ramah kepada perempuan. “Untuk para panitia yang mengadakan eventgrasstrack, enduro, dan adventure lainnya, tolong jangan menilai perempuan sebelah mata, khususnya dari segi kelas dan hadiah. Perjuangan yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki itu sama. Tidak jauh berbeda. Kami juga perlu pengakuan. Kelasnya bisa jadi kelas wajib, tidak hanya kelas pendukung,” jelasnya.