BANDUNG, VMXMedia.ID – Tahun 2024 menjadi momentum bagi Sheva Anela Ardiansyah, pembalap motocross perempuan asal Yogyakarta, untuk membulatkan tekad kembali fokus berkompetisi di panggung internasional, tepatnya di Australia. Keputusan ini menjadi momen penting bagi kariernya, mengingat sejumlah tantangan yang dihadapinya di Indonesia.
Mulai Maret mendatang, Sheva dijadwalkan mengikuti empat seri kompetisi kelas WMX di Australian Pro MX Championship. Tidak hanya itu, agenda balapnya juga mencakup partisipasi di South Australian Motocross Championships. Keputusannya untuk fokus balapan di luar negeri ini bukan tanpa pertimbangan.
Sheva mengaku belum tahu apakah tahun ini ia juga akan balapan di Indonesia atau tidak. Menurutnya, sulit untuk terus berkembang di Indonesia. Dalam pengalamannya selama 11 tahun berkompetisi di Tanah Air, ia menyatakan, kurangnya dukungan ekosistem dan regulasi di Indonesia membuatnya kesulitan untuk meraih penjenjangan yang diinginkan.
“Sulit juga untuk balapan di Indonesia. Selama 11 tahun saya balap di sini sampai sekarang, belum juga ada kelas khusus wanita, apalagi di kejurnas,” ungkap putri mendiang legenda motocross Indonesia, Irwan Ardiansyah.
Ini menjadi perbedaan mencolok jika dibandingkan dengan cabang olahraga sejenis seperti grasstrack dan enduro. Dalam perkembangan olahraga garuk tanah di Indonesia, grasstrack dan enduro terbilang lebih progresif dalam mendukung partisipasi wanita, termasuk mengadakan kelas wanita. Bahkan, pada 2023, kelas Trail Std 155cc Wanita sudah berhasil masuk ke dalam kelas Kejurnas Grasstrack Region 2.
Belum lama ini, Ikatan Motor Indonesia (IMI), organisasi induk dari olahraga bermotor di Indonesia, melakukan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis), Rapat Kerja Nasional (Rakernas), dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Hasilnya menunjukkan langkah positif, dengan diumumkannya kelas Trail Std 155cc Wanita akan berlaku di Kejurnas Grasstrack seluruh region mulai tahun 2024.
Namun, di cabang olahraga motocross, perkembangan ini belum terlihat. Ada banyak faktor yang mungkin, satu di antaranya pertumbuhan partisipan pembalap motocross perempuan yang dinilai masih sedikit.
Bukan hanya mengenai kelas, Sheva Ardiansyah juga menyoroti perbedaan dukungan struktural antara Indonesia dan luar negeri. Di mancanegara, terdapat factory team yang mampu membawa pembalap hingga ke ajang Grand Prix (GP), sementara di Indonesia, kesulitan tersebut masih menjadi kendala yang sulit diatasi, kecuali oleh tim seperti Astra Honda. Pada 2023 tim ini mampu mengantarkan Delvintor Alfarizi untuk mengikuti hampir setengah musim ajang MXGP di kelas MX2.
“Saya jadi merasa pembalap perempuan di Indonesia sangat kurang diperhatikan di motocross, ya, padahal banyak yang berpotensi. Malah dialihkan ke grasstrack & enduro untuk wanita,” tambahnya.
Sheva berharap agar keputusannya untuk kembali berkompetisi di luar negeri dapat membuka diskusi lebih lanjut mengenai peran dan dukungan bagi pembalap perempuan dalam dunia motocross Indonesia. Meskipun tantangan masih ada, langkah-langkah menuju kesetaraan dan dukungan yang lebih baik harus terus dibenahi untuk masa depan yang lebih inklusif di dunia motocross Tanah Air. (dpu)