VMXMedia.ID – Setiap sirkuit motocross punya cerita sendiri. Ada trek yang menuntut kecepatan tinggi dengan alur mengalir, ada pula yang penuh tikungan tajam dan jebakan teknis yang membuat lengan pegal dalam dua lap pertama. Obstacle hadir bukan sekadar rintangan, melainkan ujian konkret tentang seberapa dalam pemahaman rider terhadap motor, teknik, dan medan.
Kondisi tanah yang terus berubah—mulai dari pasir gembur, tanah keras, sampai lumpur licin setelah hujan—semuanya menghadirkan tantangan yang tak bisa dihadapi dengan satu rumus tunggal. Namun menariknya, ada satu prinsip sederhana yang masih jadi pegangan, bahkan bagi para senior di dunia balap tanah ini.
Dilansir trialgame.id, Tri Priyo Nugroho, nama yang tidak asing di telinga pegiat grasstrack dan motocross nasional, pernah berdiri di podium tertinggi PON 1996 untuk kelas Grasstrack Senior. Kini, sebagai pengasuh Nugroho Motocross Training (NMT) di Kediri, ia membagikan satu teknik yang, menurutnya, tak lekang oleh zaman. Namanya? Jurus kempit.
Bicara soal motocross, banyak rider terlalu fokus pada power motor atau setting suspensi. Padahal, ada satu hal fundamental yang sering diabaikan: posisi tubuh.
Jurus kempit yang ia maksud, tak lain adalah kemampuan menjaga posisi kaki tetap mencengkeram motor dengan kuat—apa pun kondisi lintasan. Sebuah prinsip dasar dalam riding position yang seringkali menentukan apakah seorang rider bisa tetap di atas motor atau terpelanting ke tanah.
“Intinya, kaki jangan pernah lepas. Kalau sampai lepas, segera kembalikan posisi. Kaki adalah pengendali utama motor, bukan tangan,” tegas pria asal Tulungagung itu.
Dan ini bukan sekadar teori. Dalam dunia balap off-road, stabilitas adalah segalanya. Dalam kecepatan tinggi atau saat menghadapi rintangan tak terduga, kontrol tubuh terhadap motor menjadi garis tipis antara penyelamatan atau kecelakaan.
Tri Priyo membagikan satu pengalamannya: saat menjelang jumping, roda depan menghantam batu yang tersembunyi di balik tanjakan. Motor melenceng saat melayang di udara. Tapi berkat refleks dan jurus kempit tadi, ia mampu menstabilkan motor dan mendarat dengan posisi yang lebih terkendali.
Pernah juga, ia menghadapi double jump disusul triple jump, dan di saat paling krusial—shockbreaker patah di udara. “Itu bukan momen yang bisa diselamatkan oleh setting-an atau gear. Tapi dengan tetap kempit, saya bisa jatuh dengan kontrol. Bukan asal jatuh.”
Kuncinya? Tetap tenang, tetap menjepit.
Di tengah hiruk pikuk teknologi baru, suspensi mutakhir, dan upgrade mesin, barangkali kita lupa bahwa yang paling menentukan tetaplah sang pengendara—dan bagaimana ia menyatu dengan motornya. (dpu)