NEWS.VMX.ID – Olahraga balap adalah berbasis hobi yang kemudian di tingkatkan menjadi bagian professional baik dalam tingkatan masing- masing team dan rider. Dalam menunjang kualitas sebuah event, telah di terbitkan regulasi event balap di Indonesia, telah di rancang oleh IMI. Regulasi IMI, secara garis besar mengadopsi dari FIM sebagai induk organsasi motorsport dunia. Meskipun di olah berdasarkan porsi dan spesifikasi kultur balap di Indonesia. Sayangnya seiring perkembangan teknologi motor dan peningkatan skill para pebalap, regulasi IMI contohnya di Motocross belum juga di update sesuai kondisi saat ini. Belum lagi peraturan – peraturan yang di nilai para pengamat motocross menilai belum sesuai dengan regulasi inti dari FIM, yang sangat mendukung proses jenjang pebalap.
Dalam event Motocross dan Grasstrack, kebijakan dan penyesuaian regulasi banyak yang belum bersinergi dengan kondisi dan situasi dari sisi usia dan prestasi pembalap. Contohnya pembalap yang belum pernah juara dan diwajibkan naik kelas berdasarkan takaran usia, sebenarnya menjadi satu point masalah sepinya kelas di kejuaraan motocross.
Kembali membahas hal regulasi yang belum bersinergi dengan update situsional, performance dan teknologi di balap Motocross – Grasstrack. Solusinya, MX 2Junior, MX 2, MX 1 sebaiknya di hapus soal batasan usia. Lebih bijaksana kalau kelas – kelas tersebut usia dibebaskan dengan maksimal yang lebih mendukung animo balap. Kondisinya diarahkan dengan catatan untuk pebalap yang belum pernah juara dikelas tersebut. Kalau pembalap belum pernah juara dan diwajibkan naik kelas, dipastikan akan berhenti balap, penyebabnya, soal psikologi, harus upgrade motor, itulah yang menyebabkan balapan motocross sepi peserta. Jika masih sepi, dipastikan promotor akan memperbanyak kelas yang di kombinasi dengan Grasstrack, makanya kualitas event tidak standar regulasi.
Juga ketika pembalap yang belum siap naik kelas, ketika dipaksakan naik kelas sesuai usia akan berdampak frustasi. Misalnya di kelas barunya selalu di overlap, bisa terjadi frustasi berhenti balapan atau minimal pindah ke Grasstrack. Sebaiknya berdasarkan pandangan pengamat motocross, kalau yang tidak pernah juara diberikan kesempatan tetap di kelas nya, agar supaya kelas tersebut tetap ramai. Kompetisi motocross Di negara – negara Eropa,Amerika dan Australia yang lebih maju juga menerapkan peraturan begitu, makanya iklim kompetisinya teratur dan selalu ramai peserta, dan dukungan standarisasi sirkuit. Dan pebalap motocross di negara – negara tersebut sangat kompetitif dan berprestasi ketika berkompetisi tingkat dunia.
Faktor lain dibalik regulasi yang belum update adalah pelaksanaan event, yang selalu dengan suasana yang tidak sesuai regulasi. Contohnya menumpuknya jumlah yang tidak bekepentingan di area waiting zone, gate start hingga ke venue track. Suasana kebiasaan seperti itu selain menggangu jalannya perlombaan juga riskan soal safety dan kenyamanan balapan.
Padahal dalam regulasi IMI telah berbunyi : Pintu waiting zone sudah harus ditutup, Semua kendaraan sudah harus berada di waiting zone, Hukuman untuk pelanggaran dari peraturan ini adalah diusulkan pemecatan dari balapan, Pembalap cadangan yang tidak dapat turut serta dalam start harus keluar dari waiting zone. Papan 10 menit dikeluarkan / diperlihatkan. Setelah adanya signal/tanda, hanya pembalap dan 2 (dua) orang, (1 mekanik dan pemegang payung, Petugas televisi dan panitia yang tidak berkepentingan harus meninggalkan daerah waiting zone, tidak diperbolehkan adanya orang menuju pintu start pada saat tersebut,4 menit sebelum start Papan 4 menit dikeluarkan / diperlihatkan, Setelah adanya signal / tanda, pembalap harus memakai helmnya dan bersiap untuk start balapan. Mekanik dan pemegang payung harus tetap diWaiting zone Tidak diperbolehkan adanya orang menuju pintu start pada saat tersebut 3 menit sebelum start, Papan 3 menit dikeluarkan /diperlihatkan, atas perintah Pimpinan Perlombaan, setelah suatu signal / tanda.pembalap meninggalkan waiting zone untuk selanjutnya menuju pintu start, Mekanik dan pemegang payung yang berada di waiting zone harus tetap berada di waiting zone sampai dengan dilakukannya start, Selain pembalap, baik petugas televisi maupun panitia yang tidak berkepentingan dilarang untuk menuju kepintu start pada saat tersebut.
Artinya, diperlukan kejelian dan sinergi antara race direction, pimpinan lomba dan panitia penyelenggara untuk tegas eksekusi dengan poin yang tertuang dalam peraturan lomba regulasi IMI. Redaksi baru mendapatkan penerapan standarisasi soal tersbut di event Jogja Motoocross – Grasstrack 2021 dan Indonation Motocross Grasstrack Championship yang begitu tertata menerapkan homoligasi peraturan di sector waiting zone, gate start dan track venue. Ternyata para peserta yang terdiri dari pebalap dan tim, bisa mengikuti mekanisme yang benar sesuai peraturan regulasi. Pada inti reguasi FIM di managemen event ada bunyian regulasi yaitu : Manajemen event yang mengelola acara perlombaan untuk memastikan kelancaran dan efisiensi acara. Memberikan rekomendasi kepada Race Direction untuk bertindak.
Faktor lain mendukungan kualitas event sesuai standarisasi adalah standar sirkuit Motocross dan grasstrack harus memenuhi mekanisme : lnspeksi, Homologasi, Pemeriksaan. Kemudain detail dalam mengecek homoligasi sirkuit berdasarkan spesifikasi : Umum,Panjang,Lebar, Jarak bebas, Kecepatan.
Indonesia telah tiga tahun sukses menyelenggarakan event Motocross GrandPrix atau MXGP. Sebelum berlangsungnya kejuaraan MXGP, master track rekomendasi FIM dan Infront MXGP pastinya telah merancang dan mengeksekusi desain lintasan. Dan juga keterlibatan personal teknis dari Indonesia yang berhubungan dengan track. Idealnya dijadikan patokan dan acuan untuk standarisasi sirkuit dan infrastrukturnya.
Banyak opini publik yang berkomentar kalau spesifikasi layout MXGP kurang cocok dalam hal kemampuan motor dan pebalap. Ada juga yang berpendapat sirkuit MXGP seperti di Rocket International Circuit Samota untuk spesifikasi motor dan suspensi kasta tertinggi dan dominan prototype. Lintasan trek MXGP Samota 1740 meter masih dalam kapasitas di regulasi IMI yang berbunyi : Panjang lintasan tidak boleh kurang dari 1.200 meter (walaupun panjang lintasan harus dikurangi karena kondisi yang jelek) dan tidak boleh lebih dan 2.000 meterukuran garis center .Lebar pada titik tertentu tidak boleh kurang dari 5 meter. Minimum lebar yangdirekomendasikan adalah 8 meter. Dilintasan tidak diperbolehkan adanya rintangan (pohon ) Jarak Bebas Jarak bebas antara lintasan dengan semua rintangan yang ada diatas permukaan tanah harus minimum 3 meter.
Dari pengamatan redaksi, uangkapan opini tersebut juga belum sepenuhnya sesuai dalam konteks tersebut. Buktinya pebalap lokal seperti Diva Ismayana ( Bali MX ) yang menggunakan motor keluaran 2021 full standar aman berkompetisi. Hal yang sama juga dilakoni oleh Ananda Rigi ( RMS MX Team ) dan Nakami Makarim ( Lombok MX ) di MX2 dan Farhan Hendro ( RMS AHRS Justi Putra ) serta Lewis Steward yang menggunakan motor dari Risqy Motor Bossmild yang standar. Memang untuk motor Delvintor ( Astra Honda ), spesifikasinya special part dan berbeda dibandingkan dengan motor pebalap Indonesia lainnya.
Jika tantangan untuk membiasakan standarisasi sirkuit untuk menunjang prestasi pebalap Indonesia di ajang balap dunia,arusnya mengukur dari yang dijalankan oleh komunitas motocross di negara lain. Di Eropa dan Amerika,team amatir memanfaatkan standar sirkuit internasional dengan ketentuan tidak boleh merubah spesifikasi suspensi dan mesin motor. Semua yang telah berjalan di MXGP Samota sebagai referensi untuk perbaikan,semua ada disana mulai dari pejabat off road dan komisi IMI, penyelenggara, team dan pebalap.
Dari perkembangan situasi kondisi kejuaraan Motocross baik kejurnas dan klub event, sangat dibawah standar dalam hal jumlah peserta, standarisasi sirkuit dan standarisasi event. Hasil dari penilaian pengamat Motocross, sebaiknya disarankan IMI merevisi ataupun menambahkan regulasi peraturan Nasional Motocross. Usulan pengamat dan komunitas penggiat motocross adalah :
-Untuk Kelas MX 2, Batas maksimal Umur dibuka saja (sebelumnya 23 tahun)
dengan konsekwensi Kelas MX-1 dibikin NON KEJURNAS (Supporting),dikarenakan peserta di dua kelas tersebut sangat minim meskipun digabung saat start.
– Berdasarkan perubahan di batas maksimal usia kelas MX2, sebaiknya diikuti dengan melonggarkan batas Maksimal kelas MX-2 Junior (sebelumnya 25 tahun), namun dengan memperketat aturan bahwa Peringkat 1 s/d 3 harus naik ke MX2 pada tahun berikutnya.
– Untuk kedepannya perlu di buat kelas Supporting 85cc khusus Small Wheel ( 14 Inch – 17 Inch) dengan batasan umur maksimal 13Th
-Di Kelas Motocross agar di perbolehkan Pembalap mengikuti 2 kelas atau naik 1 kelas lebih tinggi, namun yang bersangkutan hanya diperkenankan untuk memperebutkan Point/Gelar Kejurnas hanya di kelas Pembalap tersebut yg sesungguhnya (naik 1 tingkat sebagaimana yang diterapkan pada Kejurnas Grasstrack)
– Pembalap Senior GTX Peringkat 1 s/d 3, Wajib Naik ke MX2 atau ke MX2 Junior lebih dahulu dan hanya diperbolehkan ikut di kelas GTX Senior Non Kejurnas atau Free For All (FFA).
– Mengusulkan agar batas maksimal umur motocross kelas 85cc ditambah 1 tahun (menjadi 15 tahun) yaitu usia minimun 11 tahun dan maksimum 15 tahun, saat ini untuk kelas 85cc usia minimium 11tahun dan maksimal 14 tahun. Tujuannya mempetimbangakan pebalap ada waktu beradaptasi lebih lama di kelas 85cc sebelum naik ke 125cc yang kendaraannya memiliki karakter yang lebih responsif dan dimensi yang lebih besar dan berbobot lebih berat
Dalam Susana kompetisi juga, sebaiknya mencermati sisi performa pebalap dan gregetnya persaingan antar pebalap. Disarankan merubah atau merevisi durasi balapan kelas di MX, dengan dua pilihan opsional, yaitu :
Opsi 1 : Merubah/Merevisi/Mengurangi durasi waktu balapan kelas 125cc (Kelas MX2 Junior A) menjadi 15 Menit + 2 Lap dan Durasi kelas MX2 dan MX1 menjadi 20 Menit + 2 Lap, Kelas 50cc 10 menit +2 lap, Kelas 65 Novice 10 menit+1 lap, kelas 65cc12 menit +2 lap,Kelas 85cc 15 menit + 2 lap, 125cc15 menit + 2 lap, kelas 125cc15 menit + 2 lap, Kelas MX2 Junior 15 menit + 1 lap, Kelas MX2 / MX1 20 menit + 2 lap dan seluruh kelas batas maksimal gate start dengan 30 Pebalap
Opsi 2 : Hanya merubah durasi kelas MX2/MX1 saja yang semula 30 Menit + 2 Lap menjadi 25 Menit + 2 Lap atau 20 Menit + 2 Lap.
Kedua opsional dengan mempertimbangkan jalannya perlombaan lebih kompetitif dan lebih menarik. Berdasarkan pengamatan, Perlombaan akan terasa kompetitif dan menarik dalam kuota 60% sd 75% dari total Durasi Waktu, setelah itu lomba akan berlangsung monoton.
Hingga kini komunitas Motocross dan Grasstrack Indonesia masih tanda tanya perihal regulasi yang idealnya harus di update. Mengapa? Karena yang berkaitan dengan teknis peraturan harus di sinergikan dengan perkembangan teknologi motor, perkembangan kemampuan mekanis teknisi balap, kemajuan desain sirkuit, kemajuan kemampuan pebalap, dan juga perkembangan para penyelenggara event. Event Motocross – Grasstrack jika sudah terbentuk industri kompetiis profesional akan membuat hidup kualitas event.