MATARAM, VMXMedia.ID – Dunia balap motocross nasional begitu gembira ketika awal bulan ini penyelenggara PT Samota Enduro Gemilang (SEG) memastikan Sirkuit Selaparang, Kota Mataram, sebagai double header atau tuan rumah di dua seri gelaran MXGP di Indonesia. Event akan berlangsung pada tanggal 29–30 Juni dan 6–7 Juli 2024.
Namun sebulan sebelum event berlangsung, banyak persoalan yang dihadapi penyelenggara. Seperti dilaporkan Radar Lombok, MXGP di Kota Mataram, NTB, minim dukungan dari pemerintah daerah. Setelah Pemprov NTB yang terkesan cuek dan tidak bersedia membantu pembiayaan MXGP, kini Pemkot Mataram juga bersikap sama dengan Pemprov NTB.
Walikota Mataram, H Mohan Roliskana terkesan menolak pelaksanaan MXGP diselanggarakan di Kota Mataram. Penolakan ini didasari oleh banyak persoalan dari penyelenggaraan tahun lalu yang belum diselesaikan. Di antaranya, berkaitan dengan penerimaan pajak yang seharusnya diterima oleh Pemkot Mataram. “Persoalan kemarin belum diluruskan waktu MXGP pertama itu. Kalau itu belum selesai, kita tidak mau bicara soal yang kedua,” ujar Mohan.
Tentang ini, Walikota mengatakan, sikap Pemkot Mataram bukan berkaitan dengan sukses tidaknya penyelenggaraan, melainkan ada yang lebih penting menjadi tolak ukurnya soal pemanfaatan dari kegiatan tersebut. “Bagi kami di daerah belajar dari gelaran pertama itu, tidak ada sesuatu yang kami dapatkan. Kalau dibilang justru kita hanya dapat masalahnya saja dan sampai hari ini masih menjadi persoalan yang belum diselesaikan,” katanya.
Karena itu, jika MXGP akan digelar lagi di Sirkuit Selaparang, Mohan meminta persoalan yang didapati di MXGP tahun lalu harus diselesaikan terlebih dahulu. “Selesaikan dulu sisa-sisa atau residu masalah tahun kemarin. Jangan asal langsung asal sebut saja pelaksanannya di Kota Mataram. Kalau kami tidak sepakat, terus bagaimana,” ungkapnya.
Sebagai kepala daerah, Mohan serius dengan sikapnya yang mewakili Pemkot Mataram. Penyelenggara atau pihak terkait diminta untuk menyelesaikan persoalan tahun sebelumnya agar lebih jelas. “Saya warning (peringatkan) ini, tidak bisa lah serampangan seperti itu mengelola kegiatan ini tanpa harus koordinasi dengan pemerintah daerah. Harus kita (dihargai) dan jangan dianggap tidak ada. Toh, kami juga nanti dibebani tanpa kami mendapatkan apa-apa dari asas kemanfaatan,” terangnya.
Keberadaan track atau lintas sirkuit buatan di Sirkuit Selaparang juga dinilai masih menyisakan persoalan setelah gelaran MXGP, debu dari lintasan MXGP beterbangan ke pemukiman warga sekitar. Tidak sedikit warga yang terkena infeksi saluran pernafasan akut (Ispa) oleh debu lintasan MXGP. “Setelah MXGP tidak ada, sama sekali (penanganan). Begitu selesai ya selesai. Tidak ada maintenance dan kami tidak pernah diajak bicara mau diapakan. Tidak usah urusan-urusan begini dijadikan kepentingan tertentu terus dipaksakan tanpa kami diajak bicara,” jelasnya.
Selain itu, dengan rencana pelaksanaan MXGP yang tinggal sebulan lagi, Pemkot Mataram tidak pernah ada pembahasan dengan Pemprov NTB seperti sebelumnya. “Pemprov juga kan tidak pernah membahas ini kan. Urusan ini saya pikir pelibatan pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah di mana dilaksanakan. Kan harus kita duduk bersama maunya apa, kapan mau dilaksanakan dan komponen apa yang akan dikerjasamakan. Kan banyak hal yang harus dibahas jangan sendiri-sendiri saja,” pungkasnya.
Waah jadi gimana nasib MXGP di Indonesia, ya, braaapers. Semoga saja penyelenggara cepat mengambil keputusan yang diperlukan, agar event terlaksana dengan baik dan nama Indonesia tak tercoreng karena gonjang-ganjing ini. (day)